Paten adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya
(Pasal 1 Ayat 1).
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga
yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut
diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi,
secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena
harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang
ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non
obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya
pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak
bisa dipatenkan.
Pengertian hak paten
menawarkan perlindungan bagi para penemu bahwa penemuan mereka tidak dapat
digunakan, didistribusikan, dijual, dihasilkan secara komersial, diimpor,
dieksploitasi, dll tanpa persetujuan dari pemilik sekarang. Ini merupakan satu
bentuk monopoli yang diberikan negara kepada seorang pemohon hak dengan imbalan
pengungkapan informasi teknis mereka. Pemiliki paten memegang hak khusus untuk mengawasi
cara pemanfaatan paten penemuan mereka untuk jangka waktu 20 tahun. Untuk
menegakan hak, pengadilan yang bertindak untuk menghentikan suatu pelanggaran
hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang berhasil membuktikan ketidaksahihan
suatu paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diterima adalah tidak
sah.
Hak khusus pemegang paten untuk
melaksanakan temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri
maupun dengan memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada orang lain,
yaitu: membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan, untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. Hak ini
bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa dijalankan oleh orang yang
memegang hak paten, orang lain dilarang melaksanakannya tanpa persetujuan
pemegang paten. Untuk menegakan hak, pengadilan yang bertindak untuk
menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang berhasil
membuktikan ketidaksahihan suatu paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten
yang diterima adalah tidak sah. Selain itu, pemegang hak yang sah memiliki hak
menggugat.
STUDI KASUS
Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor
yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan
menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin
motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia. Bajaj Auto
Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk
sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan
alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki
Kaisha. Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan
membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut
bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30
Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah
inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi
Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010
sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten
tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang
masih baru berkembang.
Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas
berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan
ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun,
kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah
yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi
yang ramah lingkungan.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara asalnya, yaitu India.
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan
Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman
digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj
tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika
terbukti bersalah sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut
agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika
pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut
menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar,
karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada
pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten
khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib
mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan
merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.
OPINI
Menurut
saya, Bajaj kurang memperhatikan keamanan konsumennya dengan menggunakan mesin
yang dapat membahayakan. Jika terbukti bersalah, sebaiknya ditemukan solusi
untuk mengatasi mesin Bajaj yang dapat berdampak buruk pada konsumen. Pencipta
suatu teknologi sebaiknya segera mematenkan karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar