PENGERTIAN
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta
intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual
Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual
tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the
Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan
kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana
HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci
HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud
(benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti
Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud,
berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan
sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
SEJARAH SINGKAT HKI DI INDONESIA
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia sudah dikenal sejak
tahun 1844. Ketika itu Indonesia masih di bawah penguasaan Pemerintah Kolonial
Belanda, yang artinya hukum yang mengaturnya pun berasal dari hukum yang
berlaku di Belanda. Pada tahun 1910 mulai berlaku UU Paten (Octrooiwet) di
Indonesia (Hindia Belanda) yang kemudian diikuti UU Merek (Industriele
Eigendom) dan UU Hak Cipta (Auteurswet) tahun 1912. Pada tahun 1888 Indonesia
resmi pertama kali menjadi anggota Paris Convention (for the Protection of
Industrial Property Rights), Madrid Convention pada tahun 1983 hingga 1936 dan
Berne Convention (for the Protection of Literary and Artistic Works) pada tahun
1914. Kemudian pada masa kemerdekaan sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan
Peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa
pendudukan Belanda tetap berlaku. Khusus untuk UU Paten, walau permohonannya
sudah dapat dilakukan sendiri di Indonesia (Jakarta), namun pemeriksaan harus
tetap dilakukan di Belanda.
Setelah kemerdekaan barulah pada tahun 1961 Indonesia memiliki
UU Merek sendiri menggantikan UU produk Belanda, diikuti UU Hak Cipta pada
tahun 1982, UU Paten tahun 1989 yang masing-masing sudah diperbaharui untuk
menyelaraskan dengan pemberlakuan Perjanjian TRIPs. Kemudian pada akhir 2000
berlaku pula UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri, UU Desain Tataletak Sirkuit
Terpadu dan UU Perlindungan Varietas Tanaman yang baru efektif tahun 2004.
BIDANG-BIDANG HKI
Secara
umum dikenal 2 jenis HKI:
1. HKI
bersifat Komunal (Non-Personal)
Hak
Kekayaan Intelektual yang bersifat komunal merupakan HKI yang dimiliki
sepenuhnya oleh suatu kelompok masyarakat yang hidup di suatu tempat secara
tetap. Termasuk HKI yang bersifat komunal antara lain:
- Traditional Knowledge (pengetahuan tradional)
- Folklore (ekspresi budaya tradisional)
- Geographical Indication (Indikasi Geografis) dan
- Biodiversity (Keanekaragaman Hayati)
2. HKI
bersifat Personal
Hak
Kekayaan Intelektual yang bersifat personal adalah HKI yang dimiliki sepenuhnya
oleh individu atau kelompok individu dengan atau tanpa mengajukan permohonan
kepada Negara untuk mendapatkan hak monopoli atas eksploitasi secara ekonomi.
Termasuk
HKI yang bersifat Personal antara lain:
- Hak Cipta (Copyrights) dan Hak Terkait (Related Rights) lainnya di bidang Seni (Artworks), Sastra (Literature), Ilmu Pengetahuan (Science) dan Hak-hak Terkait yang berhubungan dengan Pelaku (artis, penyanyi, musisi, penari dan pelaku pertunjukkan), Produser Rekaman dan Lembaga Penyiaran.
- Paten (Patent), yakni invensi di bidang teknologi baik produk maupun proses atau pengembangan/penyempurnaan produk atau proses tersebut.
- Merek (Trademark, Service Mark), yakni tanda pembeda antara satu produk atau jasa dengan produk atau jasa lainnya yang terbagi dalam 45 kelas barang/jasa.
- Desain Industri (Industrial Design), yakni kreasi bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, dalam bentuk dua atau tiga dimensi yang memiliki kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam bentuk pola dua atau tiga dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
- Desain Tataletak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit), yakni kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
- Rahasia Dagang (Trade Secret), yakni informasi yang bersifat rahasia dan memiliki nilai komersial dan telah ada upaya khusus untuk menjaga kerahasiaannya.
- Perlindungan Varietas Tanaman Baru (New Variety of Plant), yakni perlindungan terhadap bahan perbanyakan dari varietas tanaman yang memiliki karakter baru, unik, seragam, stabil dan telah diberi nama.
PRINSIP-PRINSIP
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Prinsip-prinsip Hak
atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip
ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia
yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada
pemilik hak cipta.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan
merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari
kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas
kekayaan intelektual terhadap karyanya.
3. Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan
merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan
taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan
Negara.
4. Prinsip Sosial
Prinsip sosial
mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah
diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan
perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat/ lingkungan.
DASAR
HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
Dalam penetapan HaKI
tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
- Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
- Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
- Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
- Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
- Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
- Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
- Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
- Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
- Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan
tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka
setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran
kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan
mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas
dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum
dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
STUDI KASUS:
Penegakan Hukum HaKI di Indonesia Belum
Efektif
Indonesia
tidak mungkin mengelak dari kewajiban menegakkan hukum HaKI. Pasalnya,
Indonesia ikut konvensi WTO (termasuk Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights atauTRIPs). Jika melangar HaKI, bisa-bisa Indonesia
dikenakan sanksi oleh masyarakat internasional.
Menteri
Perindustrian dan Perdagangan, Luhut Panjaitan, melihat urgensi perlindungan
HaKI berkaitan dengan akan mulai berlakunya era AFTA (ASEAN Free Trade Area)
dan persetujuan TRIPs di Indonesia.
Luhut
berpendapat, bila Indonesia sudah meratifikasi TRIPs dengan Undang-Undang No. 7
Tahun 1994, berarti TRIPS sudah menjadi bagian dari aturan hukum di Indonesia.
Tidak ada pilihan lain selain menjalankan sebaik-baiknya, katanya pada saat
membuka seminar HaKI; Prospek dan Implementasinya di Jakarta pada 31 Juli-1
Agustus 2000.
Penegakan
hukum HaKI yang efektif merupakan pengakuan sosial dan keuntungan ekonomis atas
jerih payah penemu atau pemegang HaKI. Achmad Roestandi, Katua Fraksi TNI/Polri
DPR berpendapat bahwa penegakkan hukum HaKI ditentukan oleh empat pilar:
norma-norma hukum, aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, serta budaya dan
kesadaran hukum masyarakat.
Sejak
1997 pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga UU di bidang HaKI. Pertama, UU
No.12 tahun 1997 jo UU No.7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta. Kedua, UU No. 13
Tahun 1997 jo UU No.6 Tahun 1989 tentang Paten. Ketiga, UU No.14 jtahun 1997 jo
UU NO.19 Tahun 1992 tentang Merek.
Saat
ini, pemerintah juga tengah membahas tiga RUU yang berkaitan dengan HaKI, yaitu
RUU tentang Desain Industri, Ruu tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan
RUU tentang Rahasia Dagang, plus RUU tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol255/penegakan-hukum-haki-di-indonesia-belum-efektif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar