Senin, 24 Juni 2013

HUKUM INDUSTRI



A.      Pengertian Hukum Industri
Hukum adalah sesuatu yang memaksa dan mengikat untuk dilakukan dan dijalankan oleh setiap subyek hukum. Subyek hukum sendiri adalah anggota masyarakat yang saling mangadakan hubungan hukum.
Hukum menurut Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
Menurut Utrecht penyebab hukum ditaati adalah:
1.             Karena orang merasakan peraturan dirasakan sebagai hukum.
2.            Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa tentram.
3.            Karena masyarakat menghendakinya.
4.            Karena adanya paksaan (sanksi) sosial.
Sedangkan definisi Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya (mempunyai nilai ekonomi yang tinggi) atau secara garis besar dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu dan menempati areal tertentu dengan output produksi berupa barang atau jasa. Jadi, Hukum industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan dunia. Mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksisanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut.

B.      Tujuan Hukum Industri
Tujuan-tujuan  dari dibuatnya hukum industri adalah sebagai berikut:
1.     Hukum industri bertujuan untuk pengembangan industri yang baik, sehat dan berhasil.
2.    adanya persaingan yang sehat
3.    Hukum sebagai sarana pembaharuan/ pembangunan di bidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain
4.    Hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang
5.    Hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan lokal
6.    Hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standardisasi
7.    Masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industry

C.      Manfaat Hukum Industri
Adanya undang-undang perindustrian memberikan banyak manfaat bagi pelakon industri, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun manfaat yang diberikan adalah sebagai berikut:
1.     Kepastian hukum bagi dunia usaha industri dan masyarakat;
2.     Keadilan dalam berusaha di bidang industri, baik bagi pelaku maupun bagi pemerintah/negara maupun masyarakat luas;
3.     Terjadinya gairah pembangunan industri yang mampu menimbulkan dampak kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat Indonesia; serta
4.     Terpeliharanya keutuhan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
5.     Meningkatkan kemakmuran rakyat.
6.     Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga adanya keseimbangan dalam masyarakat yakni dalam hal ekonomi.
7.     Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat pula menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap teknologi yang tepat guna.
8.     Dengan meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat sehingga peran aktif terhadap pembangunan industri juga semakin meningkat.
9.     Dengan semakin meningkatnya pembangunan industri diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.
10.  Selain meningkatnya lapangan kerja dengan adanya pembangunan industri dapat pula meningkatkan penerimaan devisa .
11.  Selain itu pembangunan dan pengembangan industri merupakan sebagai penunjang pembangunan daerah.
12.  Dengan semakin meningkatnya pembanguna daerah pada setiap propinsi di harapkan stabilitas nasional akan terwujud.

D. PERANAN HUKUM INDUSTRI BAGI KARYAWAN DAN BAGI PERUSAHAAN
1.      Keuntungan Hukum Industri bagi Perusahaan
 Keuntungan bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab IV yang isi nya tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri terdapat dalam pasal pasal 9 pemerintah memperhatikan pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri yaitu:
1. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya.
2.  Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Keuntungan bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997 yaitu perusahaan akan lebih terbantu dengan ada nya kawasan berikat karena hal ini dapat memudahkan perusahaan untuk dapat melakukan ekspor dan impor barang untuk memenuhi kebuthan industri tapi tetap sesuai dengan tauran yang telah dirumuskan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997.

2.    Kerugian Hukum Industri bagi Perusahaan
Kerugian bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab V yang mengatur tentang izin usaha industri yaitu setiap perusahaan yang akan mendirikan sebuah industri harus mengurus atau membuat izin usaha untuk mendirikan industri. Belum lagi birokrasi pemerintah terhadap izin usaha ini sangat berbelit-belit sehingga merugikan untuk mencoba membuka perusahaan atau usaha industri.
Kerugian bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997 yaitu birokrasi yang ada pada kawasan berikat masih berbelit-belit sehingga terkadang untuk perusahaan kecil untuk mendapatkan izin tersebut masih agak sulit.

3.    Keuntungan Hukum Industri bagi Karyawan
Keuntungan bagi karyawan atau masyrakat umum dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab II yang mengatur tentang landasan dan tujuan pembangunan industri yaitu bertujuan untuk:
1.  Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budi daya serta dengan memperhatikan keseimbangan dankelestarian lingkungan hidup.
2.   Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya.

4.  Kerugian Hukum Industri bagi Karyawan
      Adanya hukum industri bukan berarti para karyawan dan masyarakat tidak mengalami kerugian. Para pelaku industri sering kali semena-mena dengan adanya hukum tersebut maka para pelaku industri sering kali tidak mematuhi aturan yang diberikan oleh hukum industri, sehingga para karyawan yang berkecimbung di dalam industri tersebut sering kali menjadi imbas dari para pelaku industri.  Bertindak seenaknya kepada para karyawan dan kurangnya perlakuan yang layak bagi para masyarakat atau karyawan. Dalam hal ini maka diatur dalam pasal 21 uu no.5 tahun 1984 dimana perusahaan industri diwajibkan:
a.    Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan terhadap lingkungan.
b.   Pemerintah wajib membuat suatu peraturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses industri.
c.    Kewajiban ini dikecualikan bagi para industry kecil.

Referensi:
http://hukumindustri.blogspot.com/2010/03/perinddustrian-di-indonesia.html

Senin, 03 Juni 2013

HAK CIPTA


PENGERTIAN HAK CIPTA
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

DASAR HUKUM UNDANG-UNDANG
Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
  • UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  • UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
  • UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
  • UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
Sumber: http://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/

Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ? pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.


SEJARAH HAK CIPTA DI INDONESIA

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

HAK-HAK YANG TERCAKUP DALAM HAK CIPTA

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

PEROLEHAN HAK CIPTA

Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

STUDI KASUS

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta - Aspek Hukum dalam Ekonomi (Tulisan Kelompok)


Contoh pelanggaran Hak Cipta yaitu adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian yang lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung, Rendang dan lain-lain.

Sebenarnya ada puluhan budaya yg telah diklaim oleh negara sebelah. Dan berikut ini daftarnya :
1.      Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2.      Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3.      Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4.      Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5.      Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6.      Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7.      Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8.      Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9.      Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10.  Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11.  Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12.  Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13.  Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14.  Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15.  Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16.  Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17.  Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18.  Kain Ulos oleh Malaysia
19.  Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20.  Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21.  Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia

Malaysia telah melanggar Hak Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun perdata. Sebenarnya, hal ini dapat dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli dan bangsa pemilik dari kebudayaan yang dipertunjukkan.
Referensi: